Bohong

Iya, aku tahu aku bermasalah.

Menyedihkan.

Kepikiran.

Curi-curi pandang pada kenangan kita.


Aku gila, hanya karena merindukan.

Aku gila, hanya karena berjuang sendirian.

Aku gila, hanya karena menyesal.

Aku gila, karena aku tidak pernah selesai.

Gila, todong semua orang.


Aku bohong.

Bohong.

Sekali lagi bohong.

Dua kali. Tiga kali. Seribu kali.

Persetan dengan seluruh kebohonganku, aku rindu.

Salah, langkahku tak ada yang benar.

Goblok.


Kamu terbang, aku masih saja terkapar.

Di tanah, paling dalam.

Kamu menari, aku masih saja tertatih.

Di hutan, paling lebat.

Kamu tertawa, aku masih saja merana.

Di pusat dunia, paling ramai.

Kapan ini berakhir? Aku lelah teronggok sendiri.


Tidak pernah aku kira, perpisahan seburuk ini.

Pikirku, semua baik. Semua aman.

Aku menjalani hidup.

Kamu juga.

Tapi benarkah? Benarkah ini yang aku mau?


Bodohku, aku bergerak cepat.

Tanpa pertimbangan, tanpa perencanaan, tanpa tujuan.

Hanya hati dan keras kepalaku.

Menyakitimu, bodo amat.

Aku mau sembuh, belaku.

Tapi bukan itu yang aku mau.

Aku hanya ingin semua baik-baik saja.

Maaf.


Aku tidak tahu seberapa berat ini untukmu.

Seberapa menyakitkannya untukmu.

Seberapa menakutkannya melihatku.

Mungkinkah kamu masih melihatku?


Atau mungkin saja, kamu tidak peduli.

Mungkin saja, aku memang terlalu mengada.

Mungkin saja, kamu sudah bahagia.

Tapi bisakah kita tetap menyapa?

Maaf.


Teruntuk dirimu yang mungkin tak akan pernah membaca surat ini :

“Aku melihat video kenangan kita tadi. Kita tertawa. Aku bahagia. Kamu yang pertama. Kamu yang pernah aku puja.

Bahagialah, sekarang. Kalau bukan aku yang kamu cari. Bukan aku yang membuatmu bahagia. Aku minta maaf. Sekali lagi, maafkan aku.

Aku tidak tahu seberapa lama lagi aku menunggumu. Dikurung sisa kengerian, dilahap sisa kerinduan. 

Aku juga mungkin belum bahagia. Belum saatnya, karmaku sejahat itu. Tapi aku pasti bahagia, kan? Aku menunggu dan tidak menunggumu.

Datanglah kapan saja. Dengan senang hati akan kubukakan teras rumahku sebagai seorang kawan. Atau apapun anggapanmu.”


Aku selalu mencintaimu, patah hati pertamaku.


Komentar